Jumat, 02 November 2012

Misteri keberadaan Atlantis di INDONESIA by X-FILES INDONESIA

MUSIBAH alam beruntun dialami
Indonesia. Mulai dari tsunami di
Aceh hingga yang mutakhir
semburan lumpur panas di Jawa
Timur. Hal itu mengingatkan kita
pada peristiwa serupa di wilayah
yang dikenal sebagai Benua
Atlantis. Apakah ada hubungan
antara Indonesia dan Atlantis?
Plato (427 – 347 SM) menyatakan
bahwa puluhan ribu tahun lalu
terjadi berbagai letusan gunung
berapi secara serentak,
menimbulkan gempa, pencairan es,
dan banjir. Peristiwa itu
mengakibatkan sebagian permukaan
bumi tenggelam. Bagian itulah yang
disebutnya benua yang hilang atau
Atlantis.
Penelitian mutakhir yang dilakukan
oleh Aryso Santos, menegaskan
bahwa Atlantis itu adalah wilayah
yang sekarang disebut Indonesia.
Setelah melakukan penelitian
selama 30 tahun, ia menghasilkan
buku Atlantis, The Lost Continent
Finally Found, The Definitifve
Localization of Plato’s Lost
Civilization (2005). Santos
menampilkan 33 perbandingan,
seperti luas wilayah, cuaca,
kekayaan alam, gunung berapi, dan
cara bertani, yang akhirnya
menyimpulkan bahwa Atlantis itu
adalah Indonesia. Sistem terasisasi
sawah yang khas Indonesia,
menurutnya, ialah bentuk yang
diadopsi oleh Candi Borobudur,
Piramida di Mesir, dan bangunan
kuno Aztec di Meksiko.
Bukan kebetulan ketika Indonesia
pada tahun 1958, atas gagasan
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja
melalui UU no. 4 Perpu tahun
1960, mencetuskan Deklarasi
Djoeanda. Isinya menyatakan
bahwa negara Indonesia dengan
perairan pedalamannya merupakan
kesatuan wilayah nusantara. Fakta
itu kemudian diakui oleh Konvensi
Hukum Laut Internasional 1982.
Merujuk penelitian Santos, pada
masa puluhan ribu tahun yang lalu
wilayah negara Indonesia
merupakan suatu benua yang
menyatu. Tidak terpecah-pecah
dalam puluhan ribu pulau seperti
halnya sekarang.
Santos menetapkan bahwa pada
masa lalu itu Atlantis merupakan
benua yang membentang dari
bagian selatan India, Sri Lanka,
Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus
ke arah timur dengan Indonesia
(yang sekarang) sebagai pusatnya.
Di wilayah itu terdapat puluhan
gunung berapi yang aktif dan
dikelilingi oleh samudera yang
menyatu bernama Orientale, terdiri
dari Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik.
Teori Plato menerangkan bahwa
Atlantis merupakan benua yang
hilang akibat letusan gunung berapi
yang secara bersamaan meletus.
Pada masa itu sebagian besar
bagian dunia masih diliput oleh
lapisan-lapisan es (era Pleistocene).
Dengan meletusnya berpuluh-puluh
gunung berapi secara bersamaan
yang sebagian besar terletak di
wilayah Indonesia (dulu) itu, maka
tenggelamlah sebagian benua dan
diliput oleh air asal dari es yang
mencair. Di antaranya letusan
gunung Meru di India Selatan dan
gunung Semeru di Jawa Timur. Lalu
letusan gunung berapi di Sumatera
yang membentuk Danau Toba
dengan pulau Somasir, yang
merupakan puncak gunung yang
meletus pada saat itu. Letusan yang
paling dahsyat di kemudian hari
adalah gunung Krakatau (Krakatoa)
yang memecah bagian Sumatera
dan Jawa dan lain-lainnya serta
membentuk selat dataran Sunda.
Atlantis berasal dari bahasa
Sanskrit Atala, yang berarti surga
atau menara peninjauan (watch
tower), Atalaia (Potugis), Atalaya
(Spanyol). Plato menegaskan bahwa
wilayah Atlantis pada saat itu
merupakan pusat dari peradaban
dunia dalam bentuk budaya,
kekayaan alam, ilmu/teknologi, dan
lain-lainnya. Plato menetapkan
bahwa letak Atlantis itu di
Samudera Atlantik sekarang. Pada
masanya, ia bersikukuh bahwa
bumi ini datar dan dikelilingi oleh
satu samudera (ocean) secara
menyeluruh. Ocean berasal dari
kata Sanskrit ashayana yang berarti
mengelilingi secara menyeluruh.
Pendapat itu kemudian ditentang
oleh ahli-ahli di kemudian hari
seperti Copernicus, Galilei-Galileo,
Einstein, dan Stephen Hawking.
Santos berbeda dengan Plato
mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan
Brazil it berargumentasi, bahwa
pada saat terjadinya letusan
berbagai gunung berapi itu,
menyebabkan lapisan es mencair
dan mengalir ke samudera sehingga
luasnya bertambah. Air dan lumpur
berasal dari abu gunung berapi
tersebut membebani samudera dan
dasarnya, mengakibatkan tekanan
luar biasa kepada kulit bumi di
dasar samudera, terutama pada
pantai benua. Tekanan ini
mengakibatkan gempa. Gempa ini
diperkuat lagi oleh gunung-gunung
yang meletus kemudian secara
beruntun dan menimbulkan
gelombang tsunami yang dahsyat.
Santos menamakannya Heinrich
Events.
Dalam usaha mengemukakan
pendapat mendasarkan kepada
sejarah dunia, tampak Plato telah
melakukan dua kekhilafan, pertama
mengenai bentuk/posisi bumi yang
katanya datar. Kedua, mengenai
letak benua Atlantis yang katanya
berada di Samudera Atlantik yang
ditentang oleh Santos. Penelitian
militer Amerika Serikat di wilayah
Atlantik terbukti tidak berhasil
menemukan bekas-bekas benua
yang hilang itu. Oleh karena itu
tidaklah semena-mena ada
peribahasa yang berkata, “Amicus
Plato, sed magis amica veritas.”
Artinya,”Saya senang kepada Plato
tetapi saya lebih senang kepada
kebenaran.”
Namun, ada beberapa keadaan
masa kini yang antara Plato dan
Santos sependapat. Yakni pertama,
bahwa lokasi benua yang tenggelam
itu adalah Atlantis dan oleh Santos
dipastikan sebagai wilayah Republik
Indonesia. Kedua, jumlah atau
panjangnya mata rantai gunung
berapi di Indonesia. Di antaranya
ialah Kerinci, Talang, Krakatoa,
Malabar, Galunggung, Pangrango,
Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo,
Agung, Rinjani. Sebagian dari
gunung itu telah atau sedang aktif
kembali.
Ketiga, soal semburan lumpur
akibat letusan gunung berapi yang
abunya tercampur air laut menjadi
lumpur. Endapan lumpur di laut ini
kemudian meresap ke dalam tanah
di daratan. Lumpur panas ini
tercampur dengan gas-gas alam
yang merupakan impossible barrier
of mud (hambatan lumpur yang
tidak bisa dilalui), atau in navigable
(tidak dapat dilalui), tidak bisa
ditembus atau dimasuki. Dalam
kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan
remote sensing, penginderaan jauh,
yang menunjukkan adanya sistim
kanalisasi di wilayah tersebut. Ada
kemungkinan kanalisasi itu bekas
penyaluran semburan lumpur panas
dari masa yang lampau.
Bahwa Indonesia adalah wilayah
yang dianggap sebagai ahli waris
Atlantis, tentu harus membuat kita
bersyukur. Membuat kita tidak
rendah diri di dalam pergaula
internasional, sebab Atlantis pada
masanya ialah pusat peradaban
dunia. Namun sebagai wilayah yang
rawan bencana, sebagaimana telah
dialami oleh Atlantis itu, sudah
saatnya kita belajar dari sejarah
dan memanfaatkan perkembangan
ilmu pengetahuan mutakhir untuk
dapat mengatasinya.
 
CREDITS TO ALL AGENT IN X-FILES INDONESIA
 MLSA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar